Info Terbaru 2022

Makalah Sosiologi Kurikulum

Makalah Sosiologi Kurikulum
Makalah Sosiologi Kurikulum
SOSIOLOGI KURIKULUM

A.Definisi Sosiologi Kurikulum
Sosiologi yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempunyai lapangan penyelidikan, sudut pandang, metode, serta sususan pengetahuan dan objeknya yaitu tingkah laris insan dalam kelompok.[1]
Kurikulum yaitu situasi kelompok yang tersedia bagi guru dan pengurus sekolah (administrator) untuk menciptakan tingkah laris yang berubah di dalam arus yang tidak putus-putus dari bawah umur dan perjaka yang melalui pintu sekolah.[2]



Dengan demikian, sosiologi kurikulum yaitu tingkah laris insan yang bisa dirubah melalui pintu sekolah atau pendidikan.

B.Latar Belakang Munculnya Sosiologi Kurikulum

Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yaitu “curriculae” yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kurikulum yaitu suatu jadwal pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan jadwal itu para siswa bisa melaksanakan banyak sekali kegiatan, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laris siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan pembelajaran.
Pada zaman dahulu waktu insan masih hidup pada kelompok-kelompok kecil dan sederhana,

pendidikan bawah umur untuk kehidupannya dalam masyarakat itu diselenggarakan di luar sekolah. Segala sesuatu yang perlu bagi pendidikannya diperoleh bawah umur dari orang-orang disekitar lingkungannya tanpa pendidikan formal disekolah. Mereka hanya menjiplak dan mengikuti kelakuan dan cara-cara orang dewasa, sehingga mereka berilmu mengolah tanah, memancing, dan berburu.

Kurikulum mata pelajaran yang tradisional, awal mulanya di kala pertengahan, yang dikenal dengan sebutan “seven liberal arts” (tujuh pengetahuan umum). Oleh St Augustine didalam bukunya “Retraction” menyebutkan dengan tujuh disiplin (seven discipline). Seven liberal arts tadi bukanlah sekedar suatu latihan mata pelajaran, tetapi berkaitan erat dengan peranan dan fungsi seseorang setidak-tidaknya dalam tiga profesi penting. Dari ketujuh disiplin (disebut trivium), 

pada dasarnya merupakan telaah bahasan, yaitu terdiri dari tata bahasa, retorika, logika atau dialektika. Trivium tersebut merupakan prasyarat untuk melanjutkan keempat disiplin berikutnya. Keempat disiplin berikutnya (disebut quadrivium), yaitu ilmu hitung, geometri, astronomi, dan seni musik.

Akan tetapi sesudah masyarakat mengalami perubahan dan kemajuan, maka pendidikan menyerupai itu tidak harmonis lagi, bawah umur harus mempunyai banyak sekali macam keterampilan dan sejumlah besar pengetahuan biar hidupnya terjamin. Dengan perkembangan zaman tersebut untuk membekali siswa maka harus ada sosiologi kurikulum yang tinggi.

Dalam sejarah perkembangannya yaitu sesudah kala ke-17, kurikulum juga sudah mulai menyebar kepada pembicaraan mengenai metode pembelajaran. Sebagaiamana diketahui, pada kurikulum tradisional, begitu mapannya metode tradisional, menyerupai dekte, menghafal, dan meniru.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Locke, dimana ia menginginkan berkurangnya kurikulum tradisional. Namun, sesudah berakhirnya reformasi pada tahun 1832 terjadi sebuah kebutuhan yang meningkat terhadap sekolah yang bertipe komersial, dimana mata pelajaran tersebut dilengkapi dengan hal-hal yang terang dan bermanfaat untuk perjuangan bisnis.

Pada laporannya, Hadow menekankan mengenai suatu kurikulum Sekolah Dasar, menyerupai yang tertuang pada laporan Hadow dimana laporan mengenai kurikulum SD ini, memang tak ada yang mengejutkan lantaran relative serupa dengan pemikiran-pemikirannya dengan laporan sebelumnya wacana kurikulum Sekolah Dasar. Dalam korelasi tersebut, yang menjadi pokok perhatiannya ialah mengenai penumbuhan pengalaman para murid (dengan memperkaya dan memperluas pengajaran sehari-hari murid dengan kondisi lingkungannya). Dengan demikian, tekanannya terletak pada tingkah laris aktual murid dalam kehidupan daripada kecerdasan akademisnya.

Berikutnya, laporan Spens, kembali membenarkan hasil-hasil serta pemikiran panitia. Panitia Spens juga oke dengan corak pendidikan yang dirancang supaya lebih bersahabat kaitannya dengan tugas-tugas mudah kehidupan, dan harus pula memperhitungkan kebutuhan pengisian waktu luang para siswa. Disamping itu, Norwood menambahkan pertimbangan dalam laporannya mengenai kemungkinan terbatsanya alokasi sajian pejaran, apabila mata pelajaran senantiasa ditambah atau diperbanyak terus. Dalam hal ini Norwood dan kawan-kawan beranggapan bahwa hal yang penting yaitu pinjaman pengalaman berguru yang bias mengantar para siswa menjadi lebih memahami permasalahan-permasalahan kehidupan di dalam konteks lingkungannya.
Menurut Norwood dan kawan-kawannya, menyampaikan bahwa kurikulum persekolahan hendaknya mengandung:

1.Upaya pelatihan rasa tanggung jawab dan menghargai kebijaksanaan budi.
2.Menumbuhkan perilaku sanggup berdiri diatas kaki sendiri di dalam melaksanakan telaahan serta berbagi kekuatan intelektual yang bebas dan bertanggung jawab.
3.Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengertian wacana fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang memilih dunia kehidupan yang bakal dialami.
4 Mengembangkan kemampuan murid untuk menyadari maslaha-masalah dan resiko yang bakal muncul didalam pengambilan tindakan atau pilihan disepanjang hidup kelak.
Tiga butir pertama tadi, berdasarkan mereka bisa dicapai secara efektif melalui acara berguru struktur sehari-hari disekolah. Sedangkan butir keempat, pembinaannya melalui acara kemasyarakatan/kesiswaan disekolah.

Selanjutnya dalam laporan Newson (Newson Report) 1963, didalamnya banyak memuat wacana konten dan sifat kurikulum masa lampau beserta metode pengajarannya. Dengan peledakan pengetahuan yang berlangsung masa kini, menhajatkan suatu kurikulum gres dan pendekatan baru. Dalam laporan Newson, tujuan kurikulum gres haruslah:
1.         Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar.
2.         Mengembangkan ketrampilan berfikir, hasrat ingin tahu, serta kemampuan diskriminasi dan mengambil keputusan.
3.         Membina kesadaran moral dan tingkah laris sosial.
4.         Menanamkan pengertian mengenai dunia fisik dan dunia masyarakat Indonesia.
5.         Mengembangkan rasa tanggung jawab pribadi dan sosial.

Di samping itu, khusus mengenai pendidikan dasar laporan Plowden menyatakan bahwa tujuan yang terang dari SD ialah guna menyiapkan bawah umur terjun kedalam masyarakat.
Pada tahun 1967, Kantor Pendidikan (School Council), menerbitkan kertas kerja penting yang diberi judul “Society and the Young School Leaver”. Dimana kertas tersebut berisikan sebuah usulan dimana supaya berbagi area-area pengamatan secara interdisipliner di dalam lingkup Humanitas. Tujuan tersebut disebutkan secara spesifik, yaitu:

1.    Menumbuhkan rasa toleransi, kesanggupan untuk berfikir sederhana, dan mengikis prasangka didalam menyampaikan pertimbangan nilai.
2.    Membantu mencapai kematangan pribadi anak-anak.
3.    Membantu murid-murid supaya berhasil beradaptasi dengan masyarakat sekolahnya.
4.    Membantu bawah umur biar menyadari kepentingan masyarakat, dan menghayati masyarakatnya sendiri.
5.    Mengembangkan kemampuan intelektual anak sehingga bisa memahami kompleksitas dan totalitas lingkungan sosial dan peradabannya.
6.    Menanamkan nilai, sikap, dan kemampuan untuk belajar.[3]

C.       Sekolah Masyarakat
Sekolah ini bersifat life-centered. Masyarakat dipandang sebagai laboratorium dimana anak belajar, menyelidiki, dan turut serta dalam usaha-usaha masyarakat yang mengandung unsur pendidikan.sekolah ini mengikutsertakan orang banyak dalam proses pendidikan dalam mempelajari problema-problema sosial. Dengan demikian terbukalah pintu antara sekolah dengan masyarakat.
1.         Ciri-ciri sekolah masyarakat
Ciri-ciri sekolah ini tidak ditentukan oleh tempatnya, bentuk atau besarnya. Menurut Olsen ciri sekolah masyarakat ini yaitu sebagai berikut :
a)        Sekolah itu untuk memperbaiki kehidupan setempat
b)        Sekolah itu memakai masyarakat  laboratorium untuk belajar
c)        Gedung sekolah menjadi sentra acara masyarakat
d)       Sekolah itu mendasarkan proses-proses dan problema-problema kehidupan dalam masyarakat
e)        Sekolah itu mengikutsertakan orang bau tanah dalam urusan-urusan sekolah
f)         Sekolah itu ikut serta mengkoordinasikan masyarakat
2.         Pembagian kurikulum
Di Amerika terdapat tiga pembagian kurikulum, yaitu sebagai berikut :
a)    The Classical Curriculum
Yaitu kurikulum yang bersifat tradisional, menekankan kepada bahasa asing, bahasa kuno, sejarah kesusasteraan, matematika dan ilmu yang murni.
b)   The Vocational Curriculum
Yaitu kurikulum yang pada prinsipnya menyiapkan mahasiswa untuk bekerja, dan sanggup hidup layak dimasyarakat.
c)    Life Adjustment Curriculum
Yaitu kurikulum yang dititik beratkan untuk pembangunan kepribadian mahasiswa dan kegunaan sosial dari apa yang dipelajari dalam life experience curriculum.
3.         Perkembangan kurikulum
Pada bahasan mengenai sosiologi kurikulum ini, perhatiannya terutama ditujukan terhadap efek sosial kurikulum itu sendiri, dan hubungannya antara kurikulum dengan kebutuhan serta tuntutan masyarakat. Dengan uraian ringkas dimaksud, tentunya sanggup membantu untuk melihat secara lebih terang wacana bagaimanakah efek tekanan masyarakat terhadap sekolah dan kurikulum yang tradisional.
D.      Peran Kurikulum dalam Membangun Masyarakat Indonesia
Pada pembahasan ini akan menempatkan kurikulum sebagai suatu jangkauan perspektif yang lebih luas, bukan sekedar dikaitkan dengan upaya pendidikan di dalam sistem persekolahan, tetapi dikaitkan pula dengan kepribadian bangsa. Misalnya melalui ceramah, wayang, komik, drama, yang  didalamnya mengandung satu pesan wacana kepribadian bangsa.
Segala macam upaya pelatihan kepribadian bangsa tersebut, baik  yang berlangsung di dalam maupun di luar sekolah, semuanya mengandung pesan dan misi pendidikan tertentu. Pesan inilah yang kesudahannya disebut sebagai kurikulum.
Kurikulum pelatihan bangsa dalam artian yang luas inilah yang menjadi perhatian dikala ini. Dimana kurikulum dikala ini harus dimodifikasi sedemikian rupa biar lebih sejalan dengan masyarakat yang maju dan modern.
Fungsi kurikulum bagi masyarakat, sesunguhnya juga akan menggambarkan fungsi sekolah bagi masyarakat. Artinya, kurikulum akan menerangkan banyak sekali muatan yang akan diemban oleh sekolah.
Ada anggapan masyarakat yang menganggap bahwa fungsi sekolah yaitu menjadi inspirattor dan menjadi motor pencetus (agent of change) bagi setiap perubahan. Jika demikian, tentu akan sangat banyak yang diharapkan masyarakat dari sekolah. John Dewey mengemukakan bahwa forum pendidikan sekolah yaitu institusi yang paling efektif untuk melaksanakan rekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. Bahkan G.S.Counts lebih jauh dari itu; dengan mengemukakan bahwa ”pendidikan tidak hanya harus membawa perubahan dalam masyarakat akan tetapi mengubah tata sosial dan mengatur perubahan sosial.”[4]
Jika demikian fungsi dan kiprah yang diemban sekolah, maka hal itu sangat tergantung kepada kurikulum, lantaran kurikulum yaitu pedoman dari semua acara pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Dengan kata lain, sanggup dikatakan bahwa kurikulum berperan sangat besar dalam mempercepat terjadinya proses perubahan sosial di dalam masyarakat. Teori sosiologi menyampaikan bahwa: Setiap masyarakat insan selama hidup niscaya mengalami perubahan-perubahan, Perubahan mana sanggup berupa perubahan yang tidak menarik atau kurang mencolok. Ada pula perubahan–perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun amat luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali akan tetapi ada pula perubahan yang amat cepat.[5] Ini pula yang menjadi salah satu alasan mengapa kemudian kurikulum perlu dikembangkan atau bahkan mungkin diadakan perubahan. Hal itu semata-mata lantaran terjadinya dinamika dalam kehidupan sosial masyarakat.
Seiring dengan itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan di bidang teknologi ini telah mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat fantastis, drastis dan signifikan dalam kehidupan umat insan di hampir segala aspek kehidupan (Bastian, 2002).
Membangun masyarakat melalui pendidikan yaitu keharusan yang sangat mendesak dan dilarang ditawar-tawar. Bastian (2002:13) mengemukakan bahwa : ”Bangsa yang tidak bisa untuk mengantisipasi perkembangan disebabkan kesalahan sistem pendidikannya yang tidak berorientasi pada pengembangan potensi pembawaan generasi mudanya secara maksimal.” Sistem pendidikan sangat tergantung dari cara pandang suatu bangsa akan pengertian apa bekerjsama hakikat pendidikan tersebut.
E.       Perubahan Kurikulum
Istilah kurikulum lazimnya dikaitkan dengan isi atau jadwal pendidikan di forum persekolahan. Istilah kurikulum ditempatkan dalam suatu jangkauan perspektif yang lebih luas, bukan sekedar dikaitkan dengan upaya pendidikan dalam sistem persekolahan, tetapi dikaitkan dengan segala macam upaya yang membawa misi pelatihan kepribadian bangsa. Segala macam perjuangan pelatihan kepribadian bangsa yang dimaksud, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar sekolah, kesemuanya terkandung dan membawa misi atau pesan pendidikan tertentu, misi atau pesan itulah yang dimaksudkan dengan kurikulum.
Sesuai dengan kemajuan zaman, kurikulum sudah saatnya dinilai dan selanjutnya dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga lebih sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.
Dalam hubungannya dengan pembaharuan kurikulum, sebagaimana diajukan komisi kerajaan Inggris, Hadow didalam laporannya mendesak perlunya menyampaikan pelajaran realistis dan mudah sebagai suatu potongan pendidikan umum daripada menyelenggarakan pendidikan teknik atau pendidikan keterampilan sendiri. Dalam laporan itu Hadow juga menekankan suatu kurikulum yang memperhatikan minat dan kapasitas perseorangan murid. Dengan istilah yang tegas dan memikat, Hadow mendesak adanya kurikulum persekolahan yang membuka peluang seluas-luasnya kepada pengembangan minat bawah umur sehingga memberi suatu suasana yang menyenangkan bagi murid-murid.
Untuk memperlancar gerak maju bangsa ini, rasanya sangat mendesak untuk mengubah kurikulum kemasyarakatan yang terpakai kini ini. Dalam korelasi ini tentu saja diharapkan pengkajian yang cermat wacana ciri tatanan dan mentalitas maju/modern itu sendiri. Di samping itu, juga diharapkan penelitian dan analisis yang cermat wacana takaran dari aspek-aspek yang dikurikulumkan selama ini, mana yang dosisnya berlebihan, memadai, dan kekurangan.
Bertolak dari dua macam warta kunci tersebut, berikutnya tinggal memutuskan kurikulum gres dalam rangka pelatihan dan pengembangan bangsa ini. Dalam korelasi ini diharapkan keberanian perilaku untuk memilih pilihan dan keputusan wacana aspek mana yang perlu dikurangi dosisnya, aspek mana yang perlu ditambah dosisnya, dan aspek mana yang untuk sementara sanggup diabaikan sama sekali.
Katakanlah kurikukum gres yang dimaksud sudah ditetapkan. Persoalannya kini adalah, bagaimana memobilisir pranata-pranata kemasyarakatan yang ada guna menerapkan kurikulum gres tadi. Inilah problem yang paling sulit, lantaran tidak gampang menggerakkan para kepala sekolah dan guru dalam rangka mernerapkan kurikulum gres di sistem persekolahan. Walaupun demikian, semuanya banyak bergantung pada tekat pemerintah, dan apakah pemerintah mau melaksanakan perubahan kurikulum untuk pendidikan Indonesia.
F.        Implikasi Sosial
Bila diamati perkembangan suatu masyarakat, akan terlihat terang adanya peningkatan dan ekspansi didalam hal pengetahuan dan kemampuan mengendalikan lingkungan. Dalam konteks perkembangan masyarakat, forum pendidikan mau tidak mau harus berperan sebagai media penerus kemampuan-kemampuan yang berkembang dimasyarakatnya.
Berdasarkan kacamata sosiologi, sebagaimana dinyatakan oleh penganut-penganut Durkhiem, seseorang dididik dalam konteks masyarakatnya, dan hidup didalam konteks masyarakatnya, oleh lantaran itu pendidikan tidak layak berada ditempat yang terasing dengan masyarakat. Atas dasar itu relevan atau tidak, mudah atau tidak dan mempunyai kegunaan atau tidak sajian pendidikan yang diberikan. Pendidikan merupakan suatu hal yang harus difikirkan dan dirancang sejalan dengan kebutuhan atau tuntutan obyektif yang berkembang dimasyarakat.
Untuk zaman kini pendidikan bertugas menghantarkan anak didik kedunia masyarakat dan dunia pengetahuan, biar mereka mempunyai bekal untuk hidup selaku masyarakat atau warga negara. Relevansi sosial dari apa yang diajarkan, merupakan hal penting yang tidak sanggup diabaikan dalam pengembangan kurikulum. Dalam hal ini sering sekali terjadi kekurangan antara apa yang dibutuhkan masyarakat dengan apa yang diajarkan disekolah.[6]

[1] Abu Ahmadi. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. hal 2.
[2] Brown. 1961. Educational Sosiology.Tokyo: University Book Store
[3] Drs. M. Noor Syam, dkk. 1980. Dasar-Dasar Pendidikan. Surabaya: Usana Offset Printing. Hal. 124-127.
[4] Nasution, S. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 157.
[5] Soerjono Soekanto. 1996. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali. Bab 6.

[6] Drs. M. Noor Syam, dkk. 1980. Dasar-Dasar Pendidikan. Surabaya: Usana Offset Printing. Hal. 128-130.

Nah itulah warta yang sanggup kami beikan tenrang ' MAKALAH SOSIOLOGI KURIKULUM ''. Semoga bermanfaat.
Advertisement

Iklan Sidebar

Adsense 728x90