Info Terbaru 2022

Makalah Supervisi Pengembangan Profesi Guru Lengkap Dengan Referensinya

Makalah Supervisi Pengembangan Profesi Guru Lengkap Dengan Referensinya
Makalah Supervisi Pengembangan Profesi Guru Lengkap Dengan Referensinya
       I.            Pendahuluan
Upaya peningkatan kualitas pendidikan dari tahun ke tahun selalu menjadi acara pemerintah. Salah satunya dengan ditetapkannya UU. No. 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional dan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan. Kualitas pendidikan ditentukan oleh  penyempurnaan integral dari seluruh komponen pendidikan menyerupai kualitas guru, penyebaran guru yang merata, kurikulum, sarana dan prasarana yang memadai, suasana PBM yang kondusif, dan kualitas guru yang meningkat dan didukung oleh kebijakan pemerintah. Guru merupakan titik sentral peningkatan kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses berguru mengajar. Oleh lantaran itu peningkatan profesionalisme guru merupakan suatu keharusan.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan dari tahun ke tahun selalu menjadi acara pemerinta Makalah Supervisi pengembangan profesi guru Lengkap dengan Referensinya

Guru profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, materi ajar, dan metode yang tepat, akan tetapi bisa memotivasi siswa, mempunyai keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Profesionalisme guru secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Guru yang profesional bisa membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan hambatan sumber daya dan lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah kiprah yang mudah.
Dewasa ini banyak sekali guru-guru diberbagai tingkat pendidikan yang masih jauh dari sikap profesional. Kebanyakan mereka masuk kesuatu tingkat sekolah tertentu masih mempunyai sikap hirau tak acuh. Diatara mereka hanya berkerja untuk mengajar saja tanpa memikirkan bagaimana mengajar yang baik, tanpa memikirkan bagaimana membuat manajemen pendidikan yang baik dan adakala juga hanya sekedar menjalankan tugas. Sehingga, proses berguru dan pembelajaran di negara kita masih jauh ketinggalan dengan negara berkembang lainnya. Oleh lantaran itu, kami perlu menyusun makalah dengan judul “supervisi Pengembangan Profesi Guru”.

    II.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep profesi guru?
2.      Bagaimana karakteristik dan jenis pengembangan profesi guru?
3.      Bagaimana Supervisi pendidikan sebagai sarana pengembangan profesi guru?

 III.            Pembahasan
1.      konsep profesi guru
Menurut Martinis Yamin (2006: 2-3) menyatakan profesi merupakan seseorang yang menekuni pekerjaan menurut keahlian, kemampuan, tehnik, dan mekanisme berlandaskan intelektualitas. Dengan demikian profesi merupakan makna, bahwa profesi yang disandang oleh tenaga kependidikan atau guru, yaitu suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan ketelatenan untuk membuat anak mempunyai sikap suatu sesuai dengan yang diharapkan.
Profesionalisme guru yaitu suatu tingkat penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sebagai guru yang didukung dengan keterampilan dan kode etik.[1]
Kode etik guru Indonesia merupakan himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik, sistematik dalam suatu sistem yang utuh. Kode etik guru Indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laris setiap guru warga PGRI dalam menunaikan kiprah pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.
Tujuan kode etik di antaranya yaitu:
a.    Menjunjung tinggi martabat profesi
b.    Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
c.    Sebagai pedoman berperilaku
d.   Untuk meningkatkan dedikasi para anggota profesi
e.    Untuk meningkatkan mutu profesi
f.     Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik hanya sanggup ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya, lazimnya dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Kode etik hanya akan mempunyai imbas yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, kalau semua orang yang menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang bersangkutan.
Kode etik guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus tempat PGRI dari seluruh penjuru tanah air. Pertama dalam kongres ke XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di Jakarta.
Rumusan Kode Etik Guru Indonesia yaitu sebagai berikut :
a)             Guru berbakti membimbing akseptor didik untuk membentuk insan Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila
b)             Guru mempunyai dan melaksanakan kejujuran professional
c)             Guru berusaha memperoleh informasi wacana akseptor didik sebagai materi melaksanakan bimbingan dan pembinaan
d)            Guru membuat suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar
e)             Guru memelihara kekerabatan baik dengan orang renta murid dan masyarakat di sekitarnya untuk membina kiprah serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan
f)              Guru secara langsung dan gotong royong berbagi dan meningkatkan mutu  dan martabat profesinya
g)             Guru memelihara kekerabatan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social
h)             Guru secara gotong royong memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana usaha dan pengabdian.
i)                Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.[2]
Eksistensi seorang guru yaitu sebagai pendidik profesional di sekolah. Dalam hal ini guru sebagai uswatun hasanah, jabatan administratif, dan petugas kemasyarakatan.[3]
Peran guru profesional yaitu sebagai designer (perancang pembelajaran), edukator (pengembangan kepribadian), manager (pengelola pembelajaran), eksekutif (pelaksanaan teknis administrasi), supervisor (pemantau), inovator (melakukan kegiatan kreatif), motivator (memberikan dorongan), konselor (membantu memecahkan masalah), fasilitator (memberikan dukungan teknis dan petunjuk), dan evaluator (menilai pekerjaan siswa).[4]
Konsep profesi guru tak lepas dari suatu kompetensi yang harus dimiliki seorang guru.Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Sedangkan pengertian dari kompetensi guru profesional yaitu orang yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia bisa melaksanakan kiprah dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.[5]
Seorang guru dalam proses berguru mengajar harus mempunyai kompetensi tersendiri semoga sanggup menuju pendidikan yang berkualitas, efektif, dan efisien, serta mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mempunyai kompetensi tersebut guru perlu membina diri secara baik, lantaran fungsi guru yaitu membina dan berbagi kemampuan akseptor didik secara profesional dalam proses berguru mengajar.[6]
Untuk mencapai tujuan tersebut, guru yang profesional harus mempunyai empat kompetensi, di antaranya yaitu:
a.       Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran akseptor didik yang mencakup pemahaman terhadap akseptor didik, pengembangan potensi yang dimiliki akseptor didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta pengevaluasian hasil belajar.[7]
b.      Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang bermental sehat dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, kreatif, sopan santun, disiplin, jujur, rapi, serta menjadi uswatun hasanah bagi akseptor didik. Seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa seorang guru harus ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri hadayani.
c.       Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan mempunyai banyak sekali keahlian di bidang pendidikan. Meliputi: penguasaan materi, memahami kurikulum dan perkembangannya, pengelolaan kelas, penggunaan strategi, media, dan sumber belajar, mempunyai wawasan wacana penemuan pendidikan, menawarkan dukungan dan bimbingan kepada akseptor didik, dan lain-lain.
d.      Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan akseptor didik, orang renta akseptor didik dan masyarakat, sesama pendidik/ teman sejawat dan sanggup bekerja sama dengan dewan pendidikan/ komite sekolah, bisa berperan aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakat, serta ikut berperan dalam kegiatan sosial.[8]
Dari kompetensi di atas, seorang guru h arus bisa menjalankan kewajiban sebagai bentuk rasa tanggungjawabnya. Paling sedikit ada enam kiprah dan tanggung jawab guru d alam mengembangkan profesinya, yakni :
a.            Guru bertugas sebagai pengajar.
b.            Guru bertugas sebagai pembimbing.
c.            Guru bertugas sebagai eksekutif kelas.
d.           Guru bertugas sebagai pengembang kurikulum.
e.            Guru bertugas untuk berbagi profesi.
f.             Guru bertugas untuk membina kekerabatan dengan masyarakat.

Tugas dan tanggung jawab di atas merupakan kiprah pokok profesi guru. Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada kiprah dalam merencanakan dan melaksanakan pelajaran. Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada kiprah menawarkan dukungan kepada siswa dalam memecahkan duduk masalah yang dihadapinya. Tugas dan tanggung jawab sebagai eksekutif kelas pada hakikatnya merupakan jalinan antara ketatalaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. Tanggung jawab berbagi kurikulum membawa implikasi bahwa guru dituntut untuk selalu untuk mencari gagasan-gagasan baru, penyempurnaan praktik pendidikan, khususnya dalam praktik pengajaran. Tanggung jawab berbagi profesi intinya ialah tuntutan dan panggilan dan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan kiprah dan tanggungf jawab profesinya. Tanggung jawab dalam membina kekerabatan dengan masyarakat berarti guru harus sanggup berperan menempatkan sekolah sebagai bab integral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaharu masyarakat.
                                                                                   
2.      karakteristik dan jenis pengembangan profesi guru
Karakteristik guru yaitu segala tindak tanduk atau sikap dan perbuatan guru baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya, sikap guru dalam meningkatkan pelayanan, meningkatkan pengetahuan, memberi arahan, bimbingan dan motivasi kepada akseptor didik, cara berpakaian, berbicara, dan berafiliasi baik dengan akseptor didik, teman sejawat, serta anggota masyarakat lainnya.[9]
Dengan meningkatnya huruf guru profesional yang dimiliki oleh setiap guru, maka kualitas mutu pendidikan akan semakin baik. Di antaranya karakteristik guru profesional yaitu:[10]
1)            Taat pada peraturan perundang-undangan
2)            Memelihara dan meningkatkan organisasi profesi
3)            Membimbing akseptor didik (ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan kiprah mendidik)
4)            Cinta terhadap pekerjaan
5)            Memiliki otonomi/ sanggup bangun diatas kaki sendiri dan rasa tanggung jawab
6)            Menciptakan suasana yang baik di tempat kerja (sekolah)
7)            Memelihara kekerabatan dengan teman sejawat (memiliki rasa kesejawatan/ kesetiakawanan)
8)            Taat dan loyal kepada pemimpin
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional dimaksudkan berfungsi untuk meningkatkan martabat dan kiprah guru sebagai biro pembelajaran sehingga dibutuhkan meningkatkan mutu pendidikan nasional secara umum.[11]
Profesionalisme guru menuntut dipersyaratkannya kualifikasi akademik minimum dan bersertifikat pendidik. Guru-guru PAI yang mempunyai kreteria profesional akan bisa menjalankan fungsi utama secara efektif dan efesien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran. Tugas GPAI semakin berat apalagi mengingat fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu berbagi kemampuan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan berbagi potensi akseptor didik semoga menjadi insan yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.[12]
Oleh lantaran itu, profesionalisme guru perlu dipupuk, dibina, dan dikembangkan sehingga harapan dan kiprah luhur ini bisa terwujud, yang pada gilirannya akan tercipta bangsa yang sejahtera dan bermartabat.
Adapun jenis-jenis kegiatan pengembangan profesionalisme guru dilaksanakan melalui banyak sekali seni manajemen dalam bentuk pendidikan dan training (diklat) maupun bukan diklat antara lain:[13]
1)      Pendidikan dan pelatihan
a.       In Hause Training (IHT); training yang dilaksanakan secara internal di kelompok guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.
b.      Program magang; training yang dilaksanakan di dunia kerja atau industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional guru.
c.       Kemitraan sekolah; kegiatan ini bisa dilaksanakan antara sekolah dengan alasan bahwa terdapat keunikan atau kelebihan yang dimiliki oleh mitra.
d.      Belajar jarak jauh; kegiatan ini bisa dilaksanakan tanpa menghadirkan pelatih dan akseptor training dalam ruang atau tempat tertentu, melainkan dengan sistem pembelajaran melalui internet dan sejenisnya.
e.       Pelatihan berjenjang dan training khusus; training ini dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang diberi wewenang di mana acara disusun secara berjenjang, mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tingggi.
f.       Kursus singkat di perguruan tinggi atau tempat lainnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menyerupai kemampuan untuk penelitian tindakan kelas, menyusun karya tulis ilmiah, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain.
g.      Pembinaan internal sekolah; dilakukan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang mempunyai kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi kiprah mengajar, pemberian tugas-tugas interal, dan lain-lain.
h.      Pendidikan lanjut; kegiatan ini bisa dilaksanakan melalui kiprah berguru ataupun izin belajar. Outputnya yaitu untuk menghasilkan guru-guru pembina yang sanggup membantu guru-guru yang lain untuk meningkatkan profesionalisme guru.

2)      Kegiatan selain pendidikan dan pelatihan
a.       Diskusi fokus pendidikan; kegiatan ini bisa dilakukan secara bersiklus dengan topik diskusi sesuai dengan maslah yang berkembang di sekolah.
b.      Seminar; kegiatan seminar juga bisa dipakai untuk memperbaharui pengetahuan para guru terkait peningkatan profesionalismenya.
c.       Workshop; kegiatan ini akan lebih efektif kalau diarahkan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karir. Workshop ini bisa berupa kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, penyususnan RPP, dan lain-lain.
d.      Penelitian; kegiatan ini bisa berupa penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.
e.       Penulisan buku atau materi ajar; kegiatan ini bisa memupuk munculnya budaya ilmiah pada diri setiap guru yang diharapkann bisa ditransformasi kepada guru lain atau akseptor didik.
f.       Pembuatan media pembelajaran; hal ini bisa berupa alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bhan didik elektronik atau animasi pembelajaran.
g.      Pembuatan karya teknologi atau karya seni; karya teknologi atau karya seni bisa berupa karya yang bermanfaat bagi masyarakat atau karya yang mempunyai nilai estetika yang diakaui masyarakat.
Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan profesionalisme merupakan proses yang harus ditempuh para guru pada ketika menjalani tugas-tugas kedinasan. Kegiatan ini diarahkan dengan tujuan untuk meningkatkan komptensi, ketrampilan, sikap, pemahaman, dan performansi yang dibutuhkan oleh guru ketika ini dan di masa mendatang.

3.      Supervisi pendidikan sebagai sarana pengembangan profesi guru
Pengembangan profesionalisme guru yaitu suatu keniscayaan yang harus ditempuh kalau mutu pendidikan ingin ditingkatkan, apalagi mengingat pendidikan Indonesia yang terpuruk kini ini. Profesionalisme guru implikasinya bukan hanya tertuju pada mutu pendidikan saja namun juga kepada institusi di mana guru bekerja, dan lebih penting lagi bagi diri langsung guru, baik sebagai upaya peningkatan kompetensi diri maupun peningkatan penghasilan sebagai profesi.
Pengembangan profesionalisme guru harus dijalankan secara kontinyu tidak secara parsial saja, atau hanya berhenti ketika guru sudah bersertifikasi. Pengembangan profesionalisme guru yaitu proses yang tiada henti yang dijalani oleh seorang guru dalam menggeluti profesinya. Kegiatan ini harus mendapat dukungan dari pemerintah, lembaga, maupun diri guru itu sendiri.
Memberikan kewenangan guru dalam pengembangan profesinya relatif jarang dilakukan secara proporsional, lantaran dengan kewenangan itu berarti harus diupayakan penyertaan akomodasi pembinaannya, hal menyerupai ini kurang sekali dilaksanakan terutama di sekolah dasar. Padahal kode Eik guru sendiri secara tegas berbunyi guru langsung dan gotong royong berbagi dan meningkatkan mutu dan martabat profesionalnya. Untuk mengimplimentasikan 2 (dua) acara pemberdayaan yaitu, memampukan dan memberi kewenangan harus berpijak kepada prinsif:
1)      Dalam berbagi sekolah, SDM (guru) yaitu komponen paling berharga.
2)      SDM (guru) akan berperan optimal kalau dikelola dengan baik, sehingga mendukung tercapainya tujuan institusional .
3)      Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta sikap manajerial kepala sekolah sangat kuat terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah.
4)      Manajemen SDM (guru) di sekolah pada prinsipnya mengupayakan semoga setiap guru sanggup bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekilah ( Depdiknas, 2003:20)
Paradigma gres pemberdayaan guru muncul ke permukaan sebagai reorientasi terhadap apa yang dinamakan penugasan guru semata. Hal ini mengingat  pemberdayaan jauh lebih meluas kepada aspek pemberian motivasi kepada para guru semoga selalu bekerja giat, kesejahteraan (jasmani maupun rohani ), insentif dan penghargaan atas jasa-jasa mereka, konduite dan bimbingan untuk sanggup lebih maju, adanya kesempatan untuk meng-upgrade diri, duduk masalah pemberhentian dan pensiun ( Ngalim, 1992 : 21 ). Dari sinilah di perlukan paradigma gres pengembangan profesi guru dengan contoh pemberdayaan. Keberagaman guru menuntut adanya pembinaan intensif terhadap mereka, dan salah satunya harus melalui supervisi.
Supervisi menjadi teramat penting dalam memacu guru menjadi profesional di bidang kerjanya, karenanya ngalim purwanto (1992 : 77 ) menegaskan supervisi tidak lain upaya perbaikan dan perkembangan proses berguru mengajar secara total : ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi  juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan akomodasi yang menunjang kelancaran proses berguru mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan  dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, mekanisme dan teknik penilaian pengajaran dan sebagainya.[14]

 IV.            Kesimpulan dan Penutup
Dari pembahasan di atas, sanggup di ambil beberapa kesimpulan di antaranya:
1.      Menurut Martinis Yamin (2006: 2-3) menyatakan profesi merupakan seseorang yang menekuni pekerjaan menurut keahlian, kemampuan, tehnik, dan mekanisme berlandaskan intelektualitas. Dengan demikian profesi merupakan makna, bahwa profesi yang disandang oleh tenaga kependidikan atau guru, yaitu suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan ketelatenan untuk membuat anak mempunyai sikap suatu sesuai dengan yang diharapkan
2.      Karakteristik guru yaitu segala tindak tanduk atau sikap dan perbuatan guru baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
3.      tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi  juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan akomodasi yang menunjang kelancaran proses berguru mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan  dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, mekanisme dan teknik penilaian pengajaran

DAFTAR PUSTAKA
Bakar , Yunus Abu,Syarifan Nurjan, Profesi Keguruan, (Surabaya:AprintA,2009)
Danim ,Sudarwan dan Khairil. Profesi Kependidikan (Bandung: Alfabeta. 2011)
Mappanganro. Pemilikan Kompetensi Guru. Makassar: Alauddin Press. 2010)
Mulyasa. E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA. 2007)
Nadhirin. Supervisi pendidikan integrative berbasis budaya. (Yogyakarta : idea press. 2009)
Piet, A. Sahertian. Profil Pendidikan Profesional. (Yogyakarta: Andi Offset. 1994)
Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional  (Jakarta: BP. Panca Usaha. 2003)
Samana. Profesionalisme Keguruan. (Yogyakarta: Kanisius, 1994)
Satori, Djam’an, dkk, Profesi Keguruan. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010)
Uno, Hamzah B.. Profesi Kependidikan. (Jakarta : Bumi Aksara. 2007)



[1] Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan, Profesi Keguruan, (Surabaya:AprintA,2009) hal: 1- 10
[2]Mulyasa. E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA. 2007). hal. 47
[3] Samana. Profesionalisme Keguruan. (Yogyakarta: Kanisius, 1994) hal. 13
[4] Hamzah B. Uno. Profesi Kependidikan. (Jakarta : Bumi Aksara. 2007) hal. 22
[5] Op. Cit. Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan. Hal.  8
[6] Djam’an Satori, dkk, Profesi Keguruan. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010) hal. 22
[7] Op. Cit. Yunus Abu Bakar, Syarifan Nurjan. Hal  11
[8] Op. Cit. Samana. hal: 56
[9] Op. Cit. Yunus Abu Bakar, Syarifan Nurjan. Hal 6
[10] Piet, A. Sahertian. Profil Pendidikan Profesional. (Yogyakarta: Andi Offset. 1994) hal: 30
[11] Sudarwan Danim dan Khairil. Profesi Kependidikan (Bandung: Alfabeta. 2011) hal. 6
[12] Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional  (Jakarta: BP. Panca Usaha. 2003) hal. 7
[13] Mappanganro. Pemilikan Kompetensi Guru. Makassar: Alauddin Press. 2010) hal 41-42
[14] Nadhirin. Supervisi pendidikan integrative berbasis budaya. (Yogyakarta : idea press. 2009) hal. 156-158
Advertisement

Iklan Sidebar

Adsense 728x90