Info Terbaru 2022

Teori Perihal Hak (Nadhariyah Haq)

Teori Perihal Hak (Nadhariyah Haq)
Teori Perihal Hak (Nadhariyah Haq)
JUDUL : TEORI TENTANG HAK (NADHARIYAH HAQ)
MAKUL : FIQIH MU'AMALAH

A.     Latar Belakang Masalah
Sebelum insan memulai penghidupannya secara bermasyarakat dan belum tumbuh relasi antara seorang dengan orang lain, maka belum ada pula apa yang kita namakan hak. Setiap insan hidup bermasyarakat,  bertolong menolong dalam menghadapi banyak sekali macam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, seseorang perlu mencari apa yang dibutuhkannya, dari alam atau dari milik orang lain. Dari sini timbullah pertentangan-pertentangan kehendak. Maka untuk memelihara kepentingan masing-masing perlu ada norma yang mengatur sehingga tidak melanggar hak orang lain, dan tidak pula memperkosa kemerdekaan orang lain.
Nadhariyatulhak atau fikriyatul hak, yaitu tata aturan yang mengatur penghidupan manusia. Segenap syariat masa yang telah kemudian kemudian telah di akhiri oleh syariat islam mengadakan aturan-aturan untuk memilih hak tersebut. Fiqh islam telah menentapkan beberapa tata aturan, beberapa hukum, baik yang merupakan dasar maupun yang merupakan cabang dengan cara yang sangat tepat yang belum pernah dikenal oleh tasyri’-tasyri’ yang lain. Demikian perkembangan sejarah pertumbuhan nadhariyatul hak.




B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka diambil rumusan persoalan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Hak (Nadhariyah Haq)?
2.      Bagaimana pembagian Hak?
3.      Bagaimana sumber-sumber Hak?
4.      Bagaimana Akibat aturan suatu Hak?

C.     Pembahasan
1.      Pengertian Hak (Nadhariyah Haq)
Kata hak berasal dari bahasa Arab “haqq” yang mempunyai beberapa makna “ketetapan atau kewajiban.
Secara istilah hak yaitu menetapkan, keadilan, kebenaran, kewajiban, potongan dan kepastian. Hal ini dijelaskan dalam Q.S Al-anfal:8

¨,ÅsãŠÏ9 ¨,ysø9$# Ÿ@ÏÜö7ãƒur Ÿ@ÏÜ»t7ø9$# öqs9ur on̍x. šcqãB̍ôfßJø9$# ÇÑÈ  
Artinya : agar Allah memutuskan yang hak (Islam) dan membatalkan yang bhatil (syirik)”.[1]

Menurut pengertian umum, hak ialah:

اختصا ص يقرربه الشرع سلطة أوتكليفا

Artinya :Suatu ketentuan yang dipakai oleh syara’ untuk memutuskan kekuasaan atau suatu beban Hukum”

Pengertian hak sama dengan arti Hukum dalam istilah ushul, yaitu

مجموعة القواعد والنصوص الشرعيةالتى تنتظم على سبيل الإلزام علا ئق الناس من حيث الأ شخاص والأمول

Artinya : “ Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus di taati untuk mengatur relasi insan dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta”



Ada juga hak yang didefinisikan sebagai berikut:

السلطةعلى الشئ او ما يجب على شخص لغير

Artinya : “Kekuasaan mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari seseorang pada yang lainnya[2]

Hak yang dijelaskan di atas ada kalanya merupakan sulthah, adakalanya merupakan taklif.
Ø  Sulthah
Sulthah terbagi menjadi dua, yaitu sulthah ‘ala al nafsi dan sulthah ‘ala syai’in mu’ayanin.
a.       Sulthah ‘ala al-Nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seprti hak hadlanah (pemeliharaan anak).
b.      Sulthah ‘ala syai’in mu’ayanin ialah hak insan untuk mempunyai sesuatu, ibarat seseorang berhak mempunyai sebuah mobil.
Ø  Taklif
Taklif yaitu orang yang bertanggung jawab, taklif ada kalanya tanggungan langsung (‘ahdaf syakhshiyah) ibarat seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) ibarat membayar hutang.
Para fuqoha beropini bahwa hak merupakan imbangan dari benda sedang ulama’  hanafiyah  beropini bahwa hak yaitu bukan harta(ina al-haqqa laisa hi al-mal)[3]

2.      Pembagian Hak
Dalam pengertian umum, hak sanggup dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal.
a.      Hak mal
Hak  mal ialah
مايتعلق بالمال كملكية الأعيان والديون
Artinya : “ Sesuatu yang berpautan dengan harta, ibarat pemilikan benda-benda atau utang-utang.”
b.      Hak ghair mal
Hak ghair mal terbagi menjadi dua bagian, yaitu hak syakhshi dan hak ‘aini.
Ø  Hak syakhshi
مطلب يقر الشرع لشخص على أخر
Artinya : “Suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain.”
Ø  Hak ‘aini
Hak ‘aini ialah hak orang sampaumur dengan bendanya tanpa diharapkan orang kedua. Hak ‘aini ada dua macam, yaitu: ashli dan thab’i.
ü  Hak ‘aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahub al-haq ibarat hak milkiyah dan hak irtifaq.
Hak ‘aini ashli ini membolehkan shahibul hak menggunakan hak atau memakainya
ü  Haq al Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan uangnya atas orang yang berutang. Apabila yang berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barangnya.
Hak thab’i ini tidak memungkinkan shahibul haq bertindak sesuka hatinya lantaran kekuasaannya terbatas. Dia berhak menjual barang jaminan, apabila yang diberi pinjaman tidak sanggup membayar hutang.[4]
Macam-macam hak ‘aini ialah sebagai berikut:
a.      Haq al-milkiyyah
Menurut pandangan hebat fiqih, Haq al-milkiyyah ialah  haq yang menunjukkan kepada pemiliknya, hak wilayah.
 Dia boleh memiliki, boleh menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusakkannya dan membinasakannya, dengan syarat tidak menjadikan kesulitan bagi orang lain atau tidak menjadikan kemudaratan bagi orang lain.

b.      Haq al intifa’
Ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
Misalnya: rumah yang diwakafkan untuk didiami, si mauquf ‘alaih hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari laba dari rumah itu.
c.       Haq al irtifaq
Ialah hak mempunyai manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas  kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama.
contohnya: saudara Ibrahim mempunyai sawah di sebelahnya sawah saudara ahmad. Air dari selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun membutuhkan air. Air dari saudara Ibrahim dialirkan ke sawah Tuan Ahmad dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.
d.      Haq al-istihsan
Ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menjadikan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu hanya berkaitan pada dengan harta barang yang digadaikan tidak berkaitan dengan zakat benda, lantaran rahn ini hanyalah jaminan belaka.
            Apabila marhun itu dijual atau disewakan pasti si pembeli tidak sanggup menerimanya sebelum terlepas daripada gadai. Apabila si murtahin membenarkan penjualan itu, maka harganya menjadi marhun. Tetapi apabila dibenarkan benda itu di sewakan, maka gugurlah hak istihsan.
e.       Haq al-ihtibas
Ialah hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang atau benda ibarat hak multaqith (yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
f.       Haq qarar(Menetap) atas tanah wakaf yang disewa, yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf ialah:
Ø  Hak al-hakr ialah hak menetap di atas tanah wakaf yang disewa, untuk yang usang dengan seizin hakim.
Ø  Hak al-ijaratain ialah hak yang diperoleh lantaran ada kesepakatan ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakafyang tidak sanggup dikembalikan kedalam keadaan semula contohnya lantaran kebakaran dengan hargayang menyamaiharga tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.
Ø  Hak al-qodar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa.
Ø  Hak al-marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol.
g.       Hak al-murur ialah
حق مرورالأ نسان الإنسان إلى ملكه من طريق عام ام طريق خاص فى ملك غيره
            “Hak..manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain”
h.      Hak ta’alli ialah
ان يكون للإ نسان حق فى ان يعلو بناءه غيره
“Hak insan untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain”
i.        Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul yang disebabkan oleh berdempetnya batas-batas daerah tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqar dari menjadikan kesulitan terhadap tetangganya.
j.        Haq sysfah atau hak syurb ialah
حاجةالإنسان إلى الماء لشربه ولشرب دوابه وانتفاعه المنزلي
“Kebutuhan insan terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya”

Ditinjau dari hak syirb , air dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
·         Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, contohnya air sungai, rawa-rawa, telaga, dan yang lainnya. Air milik bersama (umum) boleh dipakai oleh siapa saja dengan syarat tidak  memadharatkan orang lain.
·         Air ditempat-tempat yang ada pemiliknya, ibarat sumur yang dibentuk oleh seseorang untuk mengairi tumbuhan di kebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidsk berhat untuk menguasai daerah air yang dibentuk oleh pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas seizin pemilik kebun.
·         Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemilknya, dipelihara dan disimpan di suatu daerah yang telah disediakan, contohnya air di kolam , kendi, dan bejana-bejana tertentu.[5]
3.      Sumber-sumber Hak
sumber-sumber hak yaitu sebagai berikut:
·         Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al’aqidaini) untuk melaksanakan suatu kesepakatan (perikatan), ibarat kesepakatan jual beli, sewa menyewa dan lainnya.
·         Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak) yaitu dikala seseorang mengucapkan sebuah janji atau nadzar.
·         Al fi’lun nafi’(perbuatan yang bermanfaat), contohnya dikala seseorang
Melihat orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan santunan atau pertolongan, maka wajib berbuat sesuatu sebatas kemampuannya.
·         Al fi’lu al-dlar (perbuatan yang merugikan), ibarat dikala seseorang merusak, melanggar hak atau kepentingan orang lai, maka ia terbebani kewajiban.[6]

4.      Akibat Hukum suatu Hak
Pada prinsipnya, Islam menunjukkan jaminan proteksi hak bagi setiap orang. Setiap pemilik hak boleh menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi ppelanggaran atau perusakan hak, maka pemilik hak sanggup menuntut ganti rugi atau kompensasi yang sepadan dengan haknya.
Dalam konteks ibadah (yang merupakan hak Allh), hak ini dilindungi dengan nilai-nilai agama, ibarat janji Allah akan nikmat nirwana bagi yang menjalankan ibadahnya, atau juga berupa bahaya neraka bagi yang meninggalkannya.
Adapun hak anak Adam juga dilindungi dengan norma agama, ibarat kewajiban setiap insan untuk menghormati hak orang lain atas harta, harga didi, atau darahnya. Apabila terjadi perselisihan dalam pemenuhan hak, maka pihak pemerintah atau hakim wajib memaksa pihak tertentu semoga memenuhi hak orang lain.
Pada prinsipnya, Islam menunjukkan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Atas dasar prinsip ini, pemilik hak dihentikan mempergunakan haknya untuk bermaksiat, ibarat menghambur-hamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam pandangan Islam, perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang berdosa.
a.       Menyangkut pelaksanaan dan penuntunan hak
Para pemilik hak harus melaksanakan haknya itu dengan cara yang sesuai dengan syari’ah. Menurut ulama fiqih yang terpenting yaitu sifat keadilan dalam mengembalikan hak sehingga masing-masing pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Atas dasar keadilan ini, syariat Islam menganjurkan semoga pemilik hak berlapang hati dalam mendapatkan atau menuntut haknya itu. Terlebih dikala hak tersebut diambil oleh orang yang sedang mengalami kesulitan.
Hal ini sesuai dengan Q.S Al-Baqarah:280

bÎ)ur šc%x. rèŒ ;ouŽô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouŽy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ׎öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. šcqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ  

Artinya : jika (orang-orang yang berutang itu) dalam kesukaran maka berilah tangguh hingga beliau berkelapangan dan menyedehkahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jikalau kau mengetahui”
b.      Menyangkut pemeliharaan hak
Ulama fiqh menyatakan bahwa syariat Islam telah memutuskan semoga setiap orang berhak untuk memulihkan atau menjaga haknya dari segala bentuk kesewenangan orang lain.
c.       Menyangkut penggunaan hak
Dalam pedoman Islam setiap orang tidak diperbolehkan adikara dalam menggunakan haknya yang sanggup menjadikan kemudharatan bagi orang lain. Oleh lantaran itu, penggunaan hak dalam Islam tidak bersifat mutlak, melainkan ada pembatasannya, ulama fiqh beropini bahwa hak itu harus dipakai untuk hal-hal yang disyariaatkan oleh Islam. Atas dasar ini seseorang tidak diperbolehkan menggunakan haknya, bila penggunaan haknya itu sanggup merugikan orang lain, baik perorangan, masyarakat, baik di sengaja atau tidak disengaja.
Misalnya : pemilik hak tidak diperbolehkan menggunakan hak nya secara berlebih-lebihan. Sebab, dalam fiqh perbuatan itu termasuk adikara dalam penggunaan hak, yang tidak dibenarkan syariat.
Sejalan dengan itu penggunaan hak langsung tidak hanya terbatas, untuk kepentingan pemilik hak, melainkan penggunaan hak langsung harus sanggup mendukung hak masyarakat. Ini terjadi lantaran kekayaan seseorang tidak terlepas dari santunan orang lain. Bahkan dalam hal-hal tertentu hak langsung diperbolehkan untuk diambil atau dikurangi untuk membantu hak masyarakat.[7]

D.     Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Hak yaitu kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam relasi insan sesama manusia, baik mengenai orang, maupun mengenai harta.
2.      Hak sanggup dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal.
Hak ghairu mal dibagi menjadi dua yaitu syakhshi dan ’aini.
Ø  Macam-macam hak ‘aini:
a.       Haq al-milkiyah
b.      Haq al-intifa’
c.       Haq al-irtifaq
d.      Haq al-istihan
e.       Haq al-ihtibas
f.       Haq qarar
g.       Haq al-murur
h.      Haq ta’alli
i.        Haq al-jiwar
j.        Haq syafah
3.      Sumber-sumber Hak
Sedangkan sumber-sumber hak yaitu sebagai berikut:
·         Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al’aqidaini) untuk melaksanakan suatu kesepakatan (perikatan), ibarat kesepakatan jual beli, sewa menyewa dan lainnya.
·         Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak) yaitu dikala seseorang mengucapkan sebuah janji atau nadzar.
·         Al fi’lun nafi’(perbuatan yang bermanfaat), contohnya dikala seseorang
Melihat orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan santunan atau pertolongan, maka wajib berbuat sesuatu sebatas kemampuannya.
·         Al fi’lu al-dlar (perbuatan yang merugikan), ibarat dikala seseorang merusak, melanggar hak atau kepentingan orang lai, maka ia terbebani kewajiban.
4.      Akibat aturan suatu Hak
Islam menunjukkan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Atas dasar prinsip ini, pemilik hak dihentikan mempergunakan haknya untuk bermaksiat, ibarat menghambur-hamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam pandangan Islam, perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang berdosa.
Kebebasan menggunakan hak, selain dibatasi dengan tidak bertentangan dengan syariat Islam juga dibatasi dengan tidak melanggar hak atau merugikaqn kepentingan orang lain. Prinsip proteksi hak dalam Islam berlaku untuk semua orang. Sehingga proteksi kebebasan dalam menggunakan hak langsung harus seimbang dengan proteksi hak orang lain, terutama proteksi hak masyarakat umum.
Akibat aturan suatu hak ada 3
a.       Menyangkut pelaksanaan dan penuntunan hak
b.      Menyangkut pemeliharaan hak
c.       Menyangkut penggunaan hak














DAFTAR PUSTAKA


Muhammad Hasbi Ash-Shddieqy,Teungku, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: Rizki Putra, 2010.
Solikul, Hadi Fiqh Muamalah, kudus: Nora, 2011.
Suhendi, hendi, Fiqh Muamalah, jakarta: Raja Grafindo, 2005.
Zuhaili, 1989, IV




[1] Zuhaili, 1989 IV, hlm.9
[2] Solikul Hadi, Fiqh Muamalah, kudus: Nora, 2011. Hlm. 10-11
[3] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: Rizki Putra, 2010. Hlm. 107-108
[4] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, jakarta: Raja Grafindo, 2005, hlm. 34-35
[5] Ibid. Hlm. 35-37
[6] 
[7]
Advertisement

Iklan Sidebar

Adsense 728x90